BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Masa remaja adalah masa dimana pencarian jati diri
pada diri di mulai. Khususnya masa-masa peralihan dari sekolah menengah pertama
menuju sekolah menengah keatas. Banyak sekali fenomena dan kasus perubahan
psikomotorik, perubahan fisik bahkan perilaku-perilaku yang dialami oleh
kebanyakan remaja. Masa remaja seharusnya menjadi masa dimana anak dapat bebas
mencari segala pengalaman dan keinginan dalam diri mereka masing-masing.
Namun, masa remaja tengah khususnya umur 15-16tahun
akan sering muncul berbagai permasalahan karena perkembangan fisik, emosi,
maupun psikomotorik mereka seperti merasa canggung ketika bergaul bersama
teman-teman sebayanya, gejala emosional ketika menstruasi seperti merasa malu, dan lain-lainnya. Hal ini pula
semestinya juga dialami oleh siswi-siswi yang baru menginjak sekolah menengah
atas atau menengah kejuruan, dengan latar belakang sekolah dan lingkungan sekolah
yang berbeda maka pandangan mereka terhadap diri mereka sendiri mungkin akan
berbeda.
Self-esteem secara
harfiah Rosenberg (dalam Nur Yuli & Ike, 2013) mendefinisikan self-esteem sebagai suatu sikap tertentu
yang dipikirkan berdasarkan persepsi perasaan, yaitu perasaan tentang “harga”
seseorang atau nilai sebagai individu. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya self-esteem seseorang,
diantaranya adalah pendidikan dan pekerjaan. Bulut, Gurkan, dan Sevil (dalam
Gozuyllmaz & Baran, 2010). Sekolah menengah atas negeri dan sekolah
menengah kejuruan perkapalan merupakan 2 jenis sekolah yang latar belakangnya
berbeda, dimana sekolah menengah atas negeri tidak memiliki “kaum” mayoritas
dan minoritas yang artinya mereka seimbang antara laki-laki dan perempuan.
Sedangkan di sekolah menengah kejuruan perkapalan merupakan sekolah dengan
mayoritas adalah siswa laki-laki.
Hal yang urgent dalam permasalahan self-esteem pada siswi-siswi yang
merupakan kelompok minoritas adalah bagaimana mereka memandang diri mereka
rendah dan tidak dapat berkembang. Sedangkan para remaja adalah mereka yang
sangat membutuhkan self-esteem yang
tinggi karena self-esteem dapat
menunjang mereka lebih berprestasi dan menjadi pribadi yang senantiasa
berkembang. Karena menurut Coopersmith (dalam Moniaga, 2015) mengungkapkan bahwa
individu yang memiliki self-esteem yang lebih tinggi memiliki bebrapa
karakteristik seperti :
1.
Lebih dipilih untuk menjadi teman.
2.
Terlihat lebih mudah bergaul dan memiliki teman baru.
3.
Dalam suatu kelompok diskusi terlihat lebih aktif
dibandingkan hanya sebagai pendengar saja.
4.
Lebih tinggi tingkat konformitasnya.
5.
Memiliki nilai yang tinggi dalam pengukuran atau tes
kreativitas.
6.
Lebih outspoken.
7.
Kurang sensitif terhadap kritikan-kritikan
8.
Kesadaran diri (self-conscious) yang rendah
Kelompok yang merupakan
kelompok minoritas cenderung memiliki pandangan yang berbeda tentang dirinya,
terlebih bagaimana cara dirinya memandang harga dirinya yang justru
bertentangan dengan hal-hal yang disebutkan sebelumnya seperti yang diperoleh
pada penelitian tentang siswi SMK sebelumnya yaitu merasa rendah diri, prestasi
kurang, kurang percaya diri. Karena
berdasarkan aspek penerimaan diri dan kepercayaan diri siswi SMK lebih rendah
dibandingkan dengan siswi SMA.
Pernyataan ini juga dijelaskan melalui contoh kasus yang disebutkan
(Sullivan&Sullivan and Cleary, 2004) bahwa self-esteem yang cenderung rendah dapat menyebabkan tindakan bullying yaitu meliputi dilukai secara
fisik, verbal, dan nonverbal. Beberapa diantaranya yang sering terjadi, yaitu
melalui tendangan, pukulan, hantaman, diludahi, gigitan, mengolok-olok, mencaci-maki, menyindir, mengancam
kekerasan, menyebarkan berita bohong, melakukan gerakan yang kasar atau bermuka
galak secara sengaja, dan menulis surat yang bermaksud mencemooh.
Maka dari itu peneliti ingin mengetahui bagaimana
pandangan mereka yang dalam hal ini adalah siswi di sekolah menengah kejuruan
perkapalan yang merupakan kelompok minoritas di lingkungan sekolah mereka
memandang bagaimana self-esteem yang meliputi kepercayaan diri dan penghargaan diri mereka.
2. Fokus
Penelitian
Berfokus
pada self-esteem siswi SMK
Perkapalan kelas 10 yang baru menjadi seorang siswi sekolah menengah atas.
3.
Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui self-esteem yang meliputi kepercayaan diri dan penghargaan diri
pada
siswi SMK perkapalan yaang kebanyakan siswanya merupakan siswa laki-laki.
4. Paradigma
Paradigma
alamiah lahir sebagai paradigma yang ingin memodifikasi kelemahan – kelemahan
yang terdapat pada paradigma positivisme. Paradigma postpositivisme berpendapat
bahwa peneliti tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu kenyataan apabila si
peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan yang ada.Paradigma ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif (Emzir, 2011)
Paradigma
postpositivisme lahir sebagai paradigma yang ingin memodifikasi kelemahan –
kelemahan yang terdapat pada paradigma positivisme. Paradigma postpositivisme
berpendapat bahwa peneliti tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu kenyataan
apabila si peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan yang ada. Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif. Oleh karena
itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi, yaitu penggunaan bermacam – macam
metode, sumber data,dan data. (Tahir, 2011: 57-58)
5. Manfaat
Penelitian
a.
Bagi
Pembaca
Mengetahui bagaimana self-esteem pada siswi SMK Perkapalan sebagai kelompok minortitas
yang berada pada lingkungan mayoritas laki-laki. Serta dapat memanfaatkan
pengetahuan mengenai self-esteem dengan
sebagaimana mestinya.
b.
Bagi
Psikolog Sosial
Menambah wawasan keilmuanUntuk lebih teliti dan
memperbanyak jumlah subjek yang digunakan untuk penelitian ini agar penelitian
selanjutnya dapat memperoleh hasil yang lebih akurat dan lebih baik.
c.
Bagi
Instansi atau Lembaga Pendidikan
Setelah
dilakukannya penelitian ini diharapkan informasinya dapat berguna bagi sekolah
khususnya untuk membantu pengembangan self
esteem siswa/i.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
Self-esteem
Self-esteem
secara harfiah diartikan oleh Rosenberg (dalam Emler,2001) sebagai sikap
positif atau negatif individu terhadap diri sebagai totalitas. Dalam penelitian
ini definisi dari harga diri yang digunakan adalah penjelasan dari Morris
Rosenberg karena alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang diadaptasi dari
Rosenberg self-esteem scale (RSES).
Santrock
(dalam Moniaga, 2015) menyebutkan bahwa self-esteem adalah dimensi evaluasi
secara keseluruhan mengenai diri. Self-esteem juga mengarah kepada self-worth
atau self-image. Selanjutnya self-esteem dapat diartikan sebagai penghargaan
diri. Penghargaan diri adalah kebutuhan manusiawi yang kuat. Kebutuhan
manusiawi mendasar yang memberikan kontribusi sangat penting terhadap proses
kehidupan yang sangat penting bagi perkembangan yang normal dan sehat, karena
penghargaan diri memiliki nilai bertahan hidup.
Aspek-aspek
self-esteem menurut Rosenberg (dalam
Emler,2001) yaitu:
1. Aspek
Penerimaan diri
Yaitu aspek yang menunjukan bahwa
diri sesorang dapat membanggakan dirinya, menerima segala kekurangan dan
kelebihan yang dimiliknya, dan menganggap dirinya bermanfaat.
2. Aspek
penghargaan diri
Individu dapat melakukan apa yang
orang lain dapat lakukan, dan merasa diri itu sejajar dan dengan orang lain.
Individu juga dapat meyakinkan dirinya bahwa akan menjadi orang yang berhasil
menyelesaikan sesuatu.
Branden
(dalam Moniaga, 2015) menyebutkan self-esteem adalah pengalaman bahwa kita
pantas dengan hidup ini dan pada prasyarat hidup. Secara lebih spesifik,
self-esteem adalah, pertama, keyakinan didalam kemampuan
individu untuk berfikir dan menghadapi tuntutan hidup. Kedua, keyakinaan di
dalam hak individu untuk bahagia, perasaan berharga, layak, diizinkan, untuk
menilai kebutuhan dan keinginan individu serta menikmati buah dari kerja
kerasnya.
Menurut Frey
dan Carlock (dalam Moniaga, 2015) Self esteem memiliki komponen-komponen. Ada
dua komponen dalam self-esteem yang berasal dari dalam diri individu yakni:
1. The sense of
personal efficacy : yakni perasaan kompeten dalam diri individu sehubungan
dengan realitas keberadaan dirinya.
2.
The sense personal worth : perasaan yang mencakup
penerimaan diri dan penghargaan atau respek individu terhadap dirinya sendiri.
Menurut
Branden (dalam Moniaga, 2015) self-esteem sendiri mempunyai dua aspek yang
saling berkaitan yakni :
1.
Perasaan bahwa diri efektif (Keefektifan diri).
Berarti keyakinan dalam berfungsinya pemikiran, dalam kemampuan untuk berfikir,
dalam proses dimana individu berfikir, dalam proses dimana individu menilai,
memilih, memutuskan; keyakinan dalam kemampuan untuk memahami fakta-fakta yang
berada dalam batasan-batasan minat dan kebutuhan yang diinginkan, kepercayaan
diri yang kognitif, serta keadaan diri yang kognitif.
2.
Rasa harga diri (self respect). Berarti suatu sikap
tegas untuk menuju hak pribadi untuk hidup dan bahagia; kenyamanan dalam
menegaskan pemikiran, keinginan, dan kebutuhan; perasaan bahwa suka cita adalah
warisan yang paling alami.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi self-esteem
Pola asuh
Pembentukan
diri seorang anak berangkat dari pengasuhan orang tua di rumah. Individu yang
memiliki self-esteem yang tinggi memiliki orang tua
yang supportif, menciptakan kehangatan, perhatian, mendorong anak memupuk
standar prilaku yang tinggi, membimbing mereka dan membuat keputusan yang tepat
Coopersmith (dalam Moniaga, 2015).
Peers
presure
Pengalaman
anak dalam kelompoknya mempengaruhi bagaimana seharusnya bersikap dan
mempersepsikan dirinya dan lingkungannya. Sejauh mana dapat mengembangkan
keterampilan diri dan lingkungan sosial bersama teman dan pengalaman bersama
teman lebih besar dari pada bersama keluarga, hal ini berpengaruh terhadap
self-esteem Thorne & Michaelieu (dalam Moniaga,2015). Remaja merasakan
betapa besar pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Jenis
kelamin
Pengaruh
jenis kelamin pada individu salah satunya pertumbuhan fisik yang diakibatkan
masa pubertas. Di mana perempuan cenderung lebih memperhatikan perubahan
fisiknya dan penerimaan temen sebaya. Simon & Rosenberg (dalam Moniaga,
2015).
Pola pikir
Dapat
diketahui bahwa pola pikir seorang tersebut sangat berpengaruh dengan bagaimana
seseorang memandang dirinya dalam hidup. Motivasi motivasi apa yang tersimpan
dalam diri seseorang sangat mempengaruhi pola pikir seseorang yang kemudian
akan mempengaruhi pembentukan selfesteem nya.
Pengalaman
masa lalu
Pengalam
masa lalu seseorang sangat berpengaruh terhadap apa yang dijalani seseorang
dimasa yang akan datang. Begitu juga dalam hal pembentukan self-esteem
seseorang. Pengalaman masa lalu terutama trauma-trauma
terdahulu menyebabkan seseorang mulai membentuk self-esteem yang sesuai dengan
trauma dan pengalaman tersebut.
Status
sosial
Status
sosial seseorang dikatakan berpengaruh terhadap self-esteem seseorang
dikarenakan biasanya anak atau remaja yang berasal dari keluarga denga tingkat
ekonomi kebawah, dengan kata lain uang hanya cukup untuk makan. Akan memiliki
self-esteem yang rendah jika dibandingkan dengan anak remaja dari kalangan
menengah keatas.
Prestasi
Prestasi
merupakan tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan seseorang. Bukan hanya dalam
hal akademik namun juga dalam hal karir atau pekerjaan dan kehidupan sosial.
Melalui prestasi orang-orang dapat melihat pencapaian yang telah dicapai.
Nilai dari
keyakinan yang dianut
Nilai dari
keyakinan yang dianut, di sini dimaksudkan bahwa, bagaimana seseorang memandang
kepercayaan atau agamanya sebagai pegangan hidupnya.
2.
Kelompok Minoritas
Dalam
hal ini adalah siswi SMK Perkapalan yang diposisikan sebagai subjek dan dinilai
menjadi subjek kelompok minoritas. Graham C. Lincoln (dalam Yogi, 2014)
mendefinisi kelompok minoritas sebagai kelompok yang dianggap oleh elit-elit
sebagai berbeda dan/atau inferior atas dasar karakteristik tertentu dan sebagai
konsekuensi diperlakukan secara negatif.
Secara
harfiah dari pengertian kelompok minoritas dapat ditarik dugaan bahwa kelompok
minoritas dapat mempengaruhi bagaimana cara pandang individu yang ada didalam
kelompok tersebut untuk memandang bagaimana dirinya. Seberapa besar
kemampuannya, seberapa berani, atau mungkin
seberapa berharga dia dimata orang lain. Keberadaan kelompok minoritas di
sekolah yang berlatar belakang semi militer seperti SMKN 3 Perkapalan Buduran,
yang dalam hal ini adalah siswi juga akan mempengaruhi bagaimana para siswi SMK
tersebut memiliki pandangan yang berbeda tentang diri mereka.
BAB III
METODOLOGI
A.
Deskripsi
latar dan sumber data
Pendeskripsian
latar yang telah dipaparkan melalui fenomena-fenomena tersebut dapat dilakukan
dengan observasi terlebih dahulu dan berdasarkan penelitian yang sudah ada.
Kemudian peneliti terjun untuk mendapatkan data melalui subjek yang sudah
ditentukan yaitu siswi pada sekolah menengah kejuruan perkapalan.
Sekolah menengah
kejuruan yang dimaksud adalah SMK Perkapalan 3 Sidoardjo Jalan Jenggolo No.1-C,
Sidoarjo Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang memiliki jumlah siswa
pada tahun ajaran 2016-2017 berjumlah 1.228 siswa laki-laki dan 172 siswa
perempuan. Sekolah menengah kejuruan ini berbasis pendidikan dan pengetahuan
seputar kendaraan laut yang jurusannya merupakan tentang teknik seperti teknik
las kapal dan konstruksi kapal.
Sumber data
diperoleh merupakan data dari subjek yang sudah ditentukan. Subjek berjumlah
tiga orang dan sumber data yang lain yaitu berasal dari pelatih paskibra di sekolah
tersebut beserta beberapa guru yang mengajar di SMKN 3 Perkapalan Buduran
tersebut.
B.
Metodologi
penelitian
Metode pada
penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan dilakukan
observasi dan wawancara. Observasi menurut Kartono (dalam Basuki, 2006) adalah
studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala
psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Kemudian menurut Stewart dan
Cash (1982) mengemukakan bahwa wawancara merupakan proses komunikasi dua pihak
dengan tujuan yang telah ditentukan, dibuat untuk pertukaran perilaku (verbal
& non verbal) dan prosesnya berupa bertanya dan menjawab pertanyaan. Jadi,
wawancara adalah proses interaksi (pertukaran peran, respon, perasaan,
keyakinan, motivasi, dan informasi). Alasan peneliti menggunakan wawancara
sebagai metode pengambilan data adalah memungkinkan pewawancara untuk
mengembangkan pertanyaan sesuai dengan situasi yang ada.
Peneliti sebagai
instrumen utama dalam penelitian ini bertindak sebagai peneliti yang bertugas
untuk mencari informasi dari subjek yang telah ditentukan ciri-cirinya.
Peneliti juga melakukan analisa data hasil penelitian yang berupa data
observasi dan data wawancawa.
Penelitian
kualitatif tidak diarahkan pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada
kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian Sarantakos (dalam
Poerwandi, 2005). (Rosenberg & Rosnow, 1984) menyatakan bahwa apabila data
yang diperoleh sudah cukup mendalam, maka subjek dalam jumlah kecil pun dapat
memadai penelitian. Maka dari itu, dalam penelitian kali ini peneliti
menargetkan untuk mendapatkan tiga subjek saja karena dilihat dari jumlah
subjek tersebut cukup mewakili untuk mendapatkan informasi tentang penelitian
ini.
Purposive
Sampling menurut Sugiono (2012) menjelaskan bahwa merupakan
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pada penelitian
kualitatif ini kami mencari subjek dengan cara purposive sampling dengan bertujuan untuk mendapatkan subjek yang memenuhi kriteria, yaitu
berjenis kelamin perempuan, sekolah di SMK Perkapalan 3 Sidoarjo, memiliki
kepribadian introvert (tidak memiliki banyak teman dan pendiam).
C.
Data
dan sumber data
Data dan sumber
penelitian berasal dari jurnal dan buku tentang self-esteem dan juga dari
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh salah satu anggota kelompok kami. Dan
yang menjadi sumber data dari penelitian ini adalah tiga subjek yang sudah kita
tentukan sebelumnya. Sebelumnya dipersiapkan kuisioner tersebut dengan berisi
indikator-indikator pertanyaan seputar tema penelitian dan berdasarkan
aspek-aspek dari teori tersebut. Serta orang lain atau significant others yang memberikan informasi untuk penelitian ini
untuk menambah keabsahan penelitian. Data yang diperoleh mengenai self-esteem meliputi individu
yang memiliki self-esteem yang lebih tinggi memiliki bebrapa karakteristik
seperti Lebih dipilih untuk menjadi teman, Terlihat lebih mudah bergaul dan
memiliki teman baru, Dalam suatu kelompok diskusi terlihat lebih aktif
dibandingkan hanya sebagai pendengar saja, Lebih tinggi tingkat konformitasnya,
Memiliki nilai yang tinggi dalam pengukuran atau tes kreativitas, Lebih
outspoken, Kurang sensitif terhadap kritikan-kritika, dan Kesadaran diri
(self-conscious) yang rendah
Kelompok
yang merupakan kelompok minoritas cenderung memiliki pandangan yang berbeda
tentang dirinya, terlebih bagaimana cara dirinya memandang harga dirinya yang
justru bertentangan dengan hal-hal yang disebutkan sebelumnya seperti yang
diperoleh pada penelitian tentang siswi SMK sebelumnya yaitu merasa rendah
diri, prestasi kurang, kurang percaya diri.
Karena berdasarkan aspek penerimaan diri dan kepercayaan diri siswi SMK
lebih rendah dibandingkan dengan siswi SMA.
D.
Prosedur
pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan
dokumen wawancara yang diperoleh dari wawancara dengan subjek yang sudah
direncanakan pertemuan sebelumnya.
a. Pra-penelitian
Membuat rancangan penelitian, guide
observasi, dan guide wawancara
b. Penelitian
Melakukan observasi dan wawancara
terhadap subjek penelitian ditempat dan waktu yang telah direncanakan.
c. Pasca-penelitian
Mengumpulkan keseluruhan hasil
penelitian dan melakukan analisa. Kemudian menyimpulkan keseluruhan hasil
penelitian tersebut.
E.
Analisa data
1. Reduksi
data
Data yang diperoleh dari wawancara
yang telah dilakukan dikelompok-kelompokan sesuai dengan aspek indikator
kemudian akan dianalisa dengan mereduksi data yang diperoleh. Menurut (Miles
& Huberman, 1994) reduksi data merupakan salah satu teknik analisis data
kualitatif. Reduksi data adalah bentuk analisa yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, dan yang membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data
sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.
2. Penyajian
data
Setelah mereduksi data langkah
analisis selanjutnya yaitu akan dilakukan penyajian data. Penyajian data
merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Milles dan Huberman,
1994). Penyajian data dilakukan agar data hasil reduksi lebih mudah dipahami.
3. Menarik
kesimpulan
Pada tahap ini adalah tahap terakhir
setelah dilakukan penyajian data reduksi. Menarik kesimpulan atau verifikasi
adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola,
penjelasan, alur sebab akibat atau proporsisi.
F.
Pemeriksaan keabsahan data
Pemeriksaan keabsahan
data dilakukan dengan triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan manfaatkn sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data penelitian. Salah satu macam triangulasi adalah yaitu, metode yang dilakukan dengan cara :
a). Pengecekan kridibilitas penemuan hasil
penelitian dengan teknik pengumpulan data, salah satunya yaitu
menggunakan teknik check list.
b). Cek kridibilitas beberapa sumber data dengan metode yaitu didapatkan data dari significant others
DAFTAR PUSTAKA
Basuki,
S. 2006. Metode Penelitian.
Jakarta:Wedatama Widya Sastra
Emler,
N. 2001. Self-esteem: The costs and cause
s of low self worth. Layerthorpe: Joseph Rowntree Foundation
Emzir. 2011.Metodologi
Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif.Jakarta:Rajawali Pers.
Milles, M.B.
dan A.M. Huberman. 1994. Qualitative Data
Analyse. California: SAGE Publications Inc
Moniaga, A J. 2015. Pengaruh Self Esteem Terhadap Motivasi Mengunggah
Foto di Kalangan Remaja Putri Jakarta Barat. Jakarta:Universitas Binus
Sullivan,
Keith, Mark Cleary. 2004. Bullying in
Secondary Schools. Corwin
Press, California.
Tahir, Muh,
2011. Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan.Makassar: Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Yuli. Nur & Ike H. 2012. Hubungan Antara Self-Esteem dengan Intensi
Perilaku Prososial Donor Darah Pada Donor Di Unit Donor Darah Pmi Surabaya.
Surabaya. Universitas airlangga Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar